VI. SHOULD I GO? OR NOT?
Haejin memasuki kelas dan disambut oleh tatapan orang sekelas, meraka menatap sinis kearah Haejin, bahkan diantara mereka bebisik-bisik sambil sekali-kali mencuri pandang ke arahnya. Lantas Haejin terus melangkah dan berasumsi kalau gosip ia adalah perebut kecengan teman sudah beredar.
Jangan beranggapan kalau ia senang-senang saja dengan pelakuan itu, dengan susah payah ia menahan ai matanya seraya menatap punggung Chaekyung yang duduk didapan. Ia tau Chaekyung tak akan pernah menoleh dengan senyum lagi kepadanya. Dan seakan semua belum cukup buruk saja, dikelas ini ia juga sudah tak punya teman lagi, sekarang semua membencinya.
*****
“Kenapa kau muram begitu, tersenyum lah sedikit” Hyuncheol merenggangkan kedua pipi Haejin yang pasti membuat muka haejin terlihat aneh
“Aniyo~ aku tidak muram” ujar Haejin seraya menyumpitkan sosis kedalam mulutnya. sekarang ia dan Hyuncheol sedang makan siang bersama di atap sekolah. Hyuncheol menatap Haejin curiga “Kau tak mau bercerita?” Haejin yang dari tadi hanya terus menyuap seraya menunduk mengangkat wajahnya.
“Cuma ada sedikit masalah dikelas..” jawabnya pendek
“Apakah kau ada salah paham dengan teman sekelasmu?” tanya Hyuncheol lagi
Haejin mengangguk, ya, semua ini salah paham, tapi sebenarnya ia juga tak yakin. Perasaannya saat melihat hyunmin yang menatapnya dengan pandangan kecewa membuatnya ragu akan semuanya.
“Jelaskanlah hal yang sesungguhnya pada mereka, sebelum kesalahpahaman itu menjadi begitu jauh dan sulit untuk dibereskan” Hyuncheol meluruskan kakinya seraya menatap langit biru. Yah karena ia merasa hal itu yang paling baik, ia telah meluruskan kesalahpahaman Haejin terhadapnya kemarin, walaupun ia tak tahu apakah itu sudah terlanjur terlambat atau bagaimana.
“Yang penting jangan terlambat” gumam Hyuncheol
*******
“Haejin-ah apa yang kau lamunkan? Ayo pulang..” panggil Hyuncheol
Haejin yang tersadar langsung tersenyum kearah Hyuncheol. Mulai hari ini mereka akan pulang bersama lagi, sebagai pasangan. Selalu bersama-sama seperti ini harusnya membuat Haejin senang dan melupakan masalah masalah yang lain.
Haejin menghela nafas kuat kuat, ia merasa ada sesuatu yang salah disini “Sunbae, maaf aku tak bisa pulang denganmu” setelah mengucapkan itu ia langsung berlari ke arah berlawanan dengan jalan pulangnya, dengan cepat Hyuncheol menyambar tangan Haejin
“kenapa? Ada apa?” tanya Hyuncheol
“Aku...aku harus memastikan sesuatu, kumohon biarkan aku pegi sekarang” mohon Haejin
Hyuncheol tertegun dan melepaskan pengangannya dari tangan Haejin “Gomawo sunbae!” seru Haejin yang kembali berlari
“Apa ini?” gumam Hyuncheol yang menatap Haejin yang berlari dari kejauhan tanpa sedikitpun menoleh kepadanya. Hyuncheol bersender ke tembok didekatnya, “Sepertinya aku sudah cukup telambat” ujarnya lagi seraya tersenyum pahit
*****
Haejin memasukkan tangannya yang nyaris membeku kedalam blazzer karena hawa dingin yang dari tadi menyerang. Sekali lagi ia melayangkan pandangannya ke arah gedung sekolah yang jauh lebih besar dan berkelas ketimbang sekolahnya. Yah, ia sekarang sedang menunggu Hyunmin didepan sekolahnya.
Haejin berjongkok dan melihat kearah jam, ya ampun sudah jam segini mereka masih belum pulang? Ia merasa jam belajar sekolahnya sudah cukup lama, dan ternyata sekolah ini lebih lama lagi. Haejin yakin jika ia bersekolah disekolah ini pasti dia sudah berdarah menunggu jam pulang sekolah. Haejin menjadi tekikik membayangkan bagaimana mungkin orang yang tak pernah serius belajar seperti dia masuk ke sekolah yang terkenal begini.
Hyunmin, entah kenapa ia jadi terpikir dengan Hyunmin. Ia tak ingin Hyunmin salah paham. Haejin tau tak seharusnya ia menunggu seraya mengusap ngusapkan kedua telapak tangannya karena kedinginan disini. Seharusnya ia pulang bergandengan tangan bersama Hyuncheol yang pernah ia cintai. Yah, ‘pernah’, Haejin sadar perasaannya pada Hyuncheol sudah menguap entah sudah sejak kapan.
Ia masih tak yakin apakah Hyunmin penyebab dibalik semua keganjilan ini, ia ingin memastikan perasaannya sekarang. Karena itu ia harus bertemu dengan Hyunmin walaupun Hyunmin sudah perah bilang ia suka bagaimana cara takdir mempertemukan mereka.
Haejin meringgis, takdir? Kalau begitu kenapa kita harus bertemu dalam keadaan seperti itu kemarin? Apakah itu takdir kita? Apakah itu artinya kita tak bisa bersama?. Haejin kembali merasa bodoh, kenapa ia harus memikirkan untuk bersama Hyunmin? Apakah ia menyukai Hyunmin?.
“Noona?” Haejin lantas segera menoleh begitu mendengar suara husky yang sangat dikenalnya, benar saja tak jauh dari tempat ia jongkok berdiri Hyunmin dengan tas sekolah sedang menatap tak percaya ke arahnya. Haejin menengguk ludah, Chaekyung-ah..maafkan aku, ternyata aku memang mengkhiatimu.
“Sedang apa ka—“ perkataan Hyunmin terputus ketika melihat Haejin langsung berdiri dan setengah berlari kearah Hyunmin.
“Ada yang mau kubicarakan padamu” kata Haejin tegas tanpa mempedulikan tatapan siswa lain, mungkin mereka sedang berpikiran mau apa anak dari sekolah tak terkenal mengunjungi sekolah mereka?.
“Shirreoyo, tak ada yang perlu kita bicarakan” Hyunmin langsung melengos tapi Haejin tak mau kalah, ia menahan tangan Hyunmin
“Kau menunggu sejak kapan? Tanganmu dingin sekali” komentar Hyunmin
“Kumohon dengarkan aku bicara sebentar saja” mohon Haejin tanpa menanggapi komentar Hyunmin
“Kalau kau hanya akan menjelaskan tentang kejadian yang tak sengaja kulihat kemarin kau tak perlu repot repot menjelaskannya” ujar Hyunmin seraya menunduk
“Ingat noona, kita tak terikat hubungan apa apa, kau berhak bersama cowok manapun, begitu pula denganku, aku berhak untuk dekat dengan cewek manapun, sesimple itu kan?” Hyunmin mengakhiri perkataannya dengan senyum pahit, kemudian melepaskan pegangan Haejin dengan pelahan.
Lampu merah sudah menyala, Hyunmin pun mulai beranjak keseberang jalan meninggalkan Haejin yang tampak berpikir berusaha mencerna kata kata Hyunmin barusan. Bahkan sekarang Hyunminpun sudah tak mau mendengarkannya.
Ia melangkah perlahan kepinggir jalan, memperhatikan orang orang yang menyebrang jalan. Apakah tak ada lagi orang di dunia ini yang mau mendengarkan aku? Appa? Ia tak pernah berbicara padaku semenjak bertahun-tahun yang lalu, Omma? tak penah berbicara kecuali untuk mengkritik ataupun memarahiku, Haerin? Ia hanya berbuat sesukanya dan tak menghargai perkataanku, dan sekarang Chaekyung juga Hyunmin sudah tak mau mendengarkanku lagi. Lalu didunia ini aku harus berbicara dengan siapa lagi? Dengan batu?
Ia jadi terpikirkan Hyuncheol, harusnya kemaren ia menolak Hyuncheol. Harusnya ia tidak berpura-pura kalau ia masih memikirkan Hyuncheol seperti dulu. Dan Harusnya ia mengatakan pada Hyuncheol kalau sekarang kepalanya sudah dipenuhi oleh satu nama yaitu Park Hyunmin. Haejin yakin apabila ia mengatakan hal sebenarnya pada Hyuncheol, maka bertambah satu lagi orang yang tak akan mendengarkannya.
Mendadak ia merasa hampa, kosong, tak berisi. Apa artinya hidup yang seperti ini?. Saat kau berbicara tak ada yang mendengarkan, saat kau tersenyum tak ada yang membalas senyumanmu, saat kau menangis tak ada yang menyeka air matamu, saat kau ingin mengajak seseorang berbicara tak ada yang mau berbicara denganmu. Apa apaan ini? Ini kah hidup?.
Haejin menatap Hyunmin diseberang jalan yang melangkah menjauh dengan padangan kabur karena matanya penuh dengan air mata.
“Kajima[1]...jebal[2]...kajima” isak Haejin yang menahan tangisan dengan merapatkan bibirnya yang bergetar .Sakit, rasanya sakit sekali...
“Saranghae[3]..Park Hyunmin” lirihnya, ia mengucapkannya dengan perasaan yang sangat dalam, perasaan yang selama ini tak ia sadari, perasaan yang tak ia ketahui sejak kapan dimulainya.
Kemudian ia mengalihkan pandangan ke lampu lalu lintas, lampu merah ternyata sudah berganti dengan lampu hijau. Pemandangan orang yang menyebrang berganti dengan mobil mobil yang melaju kencang dihadapannya.
Haejin menarik nafas “ mianhe.. mianhe appa.. mianhe omma.. mianhe Haeri.. Chaekyung.. mianhe Hyuncheol sunbae .. mianhe..Hyunmin-ah..jeongmal mianhe..” Haejin menangis tersedu-sedu dipinggir jalan
Ia menatap kosong kearah jalanan, dan mendapati sebuah mobil yang melaju kencang ke arahnya. Tanpa berpikir ia langsung melompat ke jalanan tepat disaat mobil itu akan melewati nya. BRUAK.
Haejin-ah harusnya kau berdiri diam saja ditepi jalan itu.
*******
Hyunmin sedang menguatkan hatinya untuk tak sekali-kali menoleh kearah Haejin yang ada diseberang sana. Ia tau jika ia menoleh maka hatinya akan lemah lagi, namun tiba-tiba ia mendengar sebuah dentuman dan teriakan orang orang yang mau tak mau memaksanya menoleh.
Setelah menoleh ia hanya dapat melihat kerumunan orang, kerumunan orang yang ada disekitar tempat Haejin berdiri tadi. Jantung Hyunmin terasa hendak mencelos, dengan segera ia berlari kearah kerumunan itu dan menerobosnya. Ternyata benar disana ada Haejin yang sudah bersimbah darah sedang dibopong seorang pria.
Hyunmin merasakan air matanya menetes, lututnya lemas sehingga ia terduduk dijalanan, kerongkongannya tercekat ia bahkan tak bisa memanggil nama Haejin. “Bukan salahku! Anak ini yang tiba tiba melompat ke hadapan mobilku!” seru seseorang
Hyunmin menghapus air matanya dengan cepat, “Dia temanku, tolong ajussi antarkan dia ke Rumah sakit Universitas Seoul” ujarnya dengan suara yang bergetar.
******
[1] Jangan pergi
[2] kumohon
[3] Aku mencintaimu
0 comment:
Posting Komentar